Kata 'Aqiqah berasal dari bahasa arab. Secara
etimologi, ia berarti 'memutus'. 'Aqqa wi¢lidayhi, artinya jika ia
memutus (tali silaturahmi) keduanya. Dalam istilah, 'Aqiqah berarti
"menyembelih kambing pada hari ketujuh (dari kelahiran seorang bayi)
sebagai ungkapan rasa syukur atas rahmat Allah swt berupa kelahiran
seorang anak".
'Aqiqah merupakan salah satu
hal yang disyariatkan dalam agama islam. Dalil-dalil yang menyatakan hal
ini, di antaranya, adalah Hadits Rasulullah saw, "Setiap anak tertuntut
dengan 'Aqiqah-nya'?. Ada Hadits lain yang menyatakan, "Anak laki-laki
('Aqiqah-nya dengan 2 kambing) sedang anak perempuan ('Aqiqah-nya)
dengan 1 ekor kambing'?. Status hukum 'Aqiqah adalah sunnah. Hal
tersebut sesuai dengan pandangan mayoritas ulama, seperti Imam Syafi'i,
Imam Ahmad dan Imam Malik, dengan berdasarkan dalil di atas. Para ulama
itu tidak sependapat dengan yang mengatakan wajib, dengan menyatakan
bahwa seandainya 'Aqiqah wajib, maka kewajiban tersebut menjadi suatu
hal yang sangat diketahui oleh agama. Dan seandainya 'Aqiqah wajib, maka
Rasulullah saw juga pasti telah menerangkan akan kewajiban tersebut.
Beberapa
ulama seperti Imam Hasan Al-Bashri, juga Imam Laits, berpendapat bahwa
hukum 'Aqiqah adalah wajib. Pendapat ini berdasarkan atas salah satu
Hadits di atas, "Kullu ghuli¢min murtahanun bi 'aqiqatihi'? (setiap anak
tertuntut dengan 'Aqiqah-nya), mereka berpendapat bahwa Hadits ini
menunjukkan dalil wajibnya 'Aqiqah dan menafsirkan Hadits ini bahwa
seorang anak tertahan syafaatnya bagi orang tuanya hingga ia
di-'Aqiqah-i. Ada juga sebagian ulama yang mengingkari disyariatkannya
(masyri»'iyyat) 'Aqiqah, tetapi pendapat ini tidak berdasar sama sekali.
Dengan demikian, pendapat mayoritas ulama lebih utama untuk diterima
karena dalil-dalilnya, bahwa 'Aqiqah adalah sunnah.
Bagi
seorang ayah yang mampu hendaknya menghidupkan sunnah ini hingga ia
mendapat pahala. Dengan syariat ini, ia dapat berpartisipasi dalam
menyebarkan rasa cinta di masyarakat dengan mengundang para tetangga
dalam walimah 'Aqiqah tersebut.
Mengenai
kapan 'Aqiqah dilaksanakan, Rasulullah saw bersabda, "Seorang anak
tertahan hingga ia di-'Aqiqah-i, (yaitu) yang disembelih pada hari
ketujuh dari kelahirannya dan diberi nama pada waktu itu'?. Hadits ini
menerangkan kepada kita bahwa 'Aqiqah mendapatkan kesunnahan jika
disembelih pada hari ketujuh. Sayyidah Aisyah ra dan Imam Ahmad
berpendapat bahwa 'Aqiqah bisa disembelih pada hari ketujuh, atau hari
keempat belas ataupun hari keduapuluh satu. Sedangkan Imam Malik
berpendapat bahwa sembelihan 'Aqiqah pada hari ketujuh hanya sekedar
sunnah, jika 'Aqiqah disembelih pada hari keempat, atau kedelapan
ataupun kesepuluh ataupun sesudahnya maka hal itu dibolehkan.
Menurut
hemat penulis, jika seorang ayah mampu untuk menyembelih 'Aqiqah pada
hari ketujuh, maka sebaiknya ia menyembelihnya pada hari tersebut.
Namun, jika ia tidak mampu pada hari tersebut, maka boleh baginya untuk
menyembelihnya pada waktu kapan saja. 'Aqiqah anak laki-laki berbeda
dengan 'Aqiqah anak perempuan. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama,
sesuai Hadits yang telah kami sampaikan di atas. Sedangkan Imam Malik
berpendapat bahwa 'Aqiqah anak laki-laki sama dengan 'Aqiqah anak
perempuan, yaitu sama-sama 1 ekor kambing. Pendapat ini berdasarkan
riwayat bahwa Rasulullah saw meng-'Aqiqah- i Sayyidina Hasan dengan 1
ekor kambing, dan Sayyidina Husein '“keduanya adalah cucu beliau saw'”
dengan 1 ekor kambing.
***
Bisa
kita simpulkan bahwa jika seseorang berkemampuan untuk menyembelih 2
ekor kambing bagi 'Aqiqah anak laki-lakinya, maka sebaiknya ia
melakukannya, namun jika tidak mampu maka 1 ekor kambing untuk 'Aqiqah
anak laki-lakinya juga diperbolehkan dan mendapat pahala. Wallahu A'lam.
Mungkin akan timbul pertanyaan, mengapa
agama Islam membedakan antara 'Aqiqah anak laki-laki dan anak perempuan,
maka bisa kita jawab, bahwa seorang muslim, ia berserah diri sepenuhnya
pada perintah Allah swt, meskipun ia tidak tahu hikmah akan perintah
tersebut, karena akal manusia terbatas. Barangkali juga kita bisa
mengambil hikmahnya yaitu untuk memperlihatkan kelebihan seorang
laki-laki dari segi kekuatan jasmani, juga dari segi kepemimpinannya
(qawwamah) dalam suatu rumah tangga. Wallahu A'lam.
Dalam
penyembelihan 'Aqiqah, banyak hal yang perlu diperhatikan, di
antaranya, sebaiknya tidak mematahkan tulang dari sembelihan 'Aqiqah
tersebut, dengan hikmah tafa'™ul (berharap) akan keselamatan tubuh dan
anggota badan anak tersebut. 'Aqiqah sah jika memenuhi syarat seperti
syarat hewan Qurban, yaitu tidak cacat dan memasuki usia yang telah
disyaratkan oleh agama Islam. Seperti dalam definisi tersebut di atas,
bahwa 'Aqiqah adalah menyembelih kambing pada hari ketujuh semenjak
kelahiran seorang anak, sebagai rasa syukur kepada Allah. Tetapi boleh
juga mengganti kambing dengan unta ataupun sapi dengan syarat unta atau
sapi tersebut hanya untuk satu anak saja, tidak seperti kurban yang mana
dibolehkan untuk 7 orang. Tetapi, sebagian ulama berpendapat bahwa
'Aqiqah hanya boleh dengan menggunakan kambing saja, sesuai dalil-dalil
yang datang dari Rasulullah saw. Wallahu A'lam.
Ada
perbedaan lain antara 'Aqiqah dengan Qurban, kalau daging Qurban
dibagi-bagikan dalam keadaan mentah, sedangkan 'Aqiqah dibagi-bagikan
dalam keadaan matang. Kita dapat mengambil hikmah syariat 'Aqiqah.
Yakni, dengan 'Aqiqah, timbullah rasa kasih sayang di masyarakat karena
mereka berkumpul dalam satu walimah sebagai tanda rasa syukur kepada
Allah swt. Dengan 'Aqiqah pula, berarti bebaslah tali belenggu yang
menghalangi seorang anak untuk memberikan syafaat pada orang tuanya. Dan
lebih dari itu semua, bahwasanya 'Aqiqah adalah menjalankan syiar
Islam. Wallahu A'lam.
Referensi utama : Tarbiyatul Awlid, DR. Abdullah Nashih Ulwan.
0 komentar:
Posting Komentar