[A]. PENGERTIAN
AQIQAHImam Ibnul Qayyim rahimahulloh dalam
kitabnya “Tuhfatul Maudud” hal.25-26, mengatakan bahwa : Imam Jauhari
berkata :
Aqiqah ialah “Menyembelih hewan pada hari ketujuhnya dan
mencukur rambutnya.” Selanjutnya Ibnu Qayyim rahimahulloh berkata :
“Dari penjelasan ini jelaslah bahwa aqiqah itu disebut demikian karena mengandung dua unsur diatas dan ini lebih utama.”
Imam
Ahmad rahimahulloh dan jumhur ulama berpendapat bahwa apabila ditinjau
dari segi syar’i maka yang dimaksud dengan aqiqah adalah makna berkurban
atau menyembelih (an-nasikah).
[B]. DALIL-DALIL SYAR'I TENTANG
AQIQAHHadist no.1 :
Dari
Salman bin ‘Amir Ad-Dhabiy, dia berkata : Rasululloh bersabda : “
Aqiqah
dilaksanakan karena kelahiran bayi, maka sembelihlah hewan dan
hilangkanlah semua gangguan darinya.” [Shahih Hadits Riwayat Bukhari
(5472), untuk lebih lengkapnya lihat Fathul Bari (9/590-592), dan Irwaul
Ghalil (1171), Syaikh Albani]
Makna menghilangkan gangguan
adalah mencukur rambut bayi atau menghilangkan semua gangguan yang ada
[Fathul Bari (9/593) dan Nailul Authar (5/35), Cetakan Darul Kutub
Al-‘Ilmiyah, pent]
Hadist no.2 :
Dari Samurah bin Jundab dia
berkata : Rasulullah bersabda : “Semua anak bayi tergadaikan dengan
aqiqahnya yang pada hari ketujuhnya disembelih hewan (kambing), diberi
nama dan dicukur rambutnya.” [Shahih, Hadits Riwayat Abu Dawud 2838,
Tirmidzi 1552, Nasa’I 7/166, Ibnu Majah 3165, Ahmad 5/7-8, 17-18, 22, Ad
Darimi 2/81, dan lain-lainnya]
Hadist no.3 :
Dari Aisyah dia
berkata : Rasulullah bersabda : “Bayi laki-laki di
aqiqahi dengan dua
kambing yang sama dan bayi perempuan satu kambing.” [Shahih, Hadits
Riwayat Ahmad (2/31, 158, 251), Tirmidzi (1513), Ibnu Majah (3163),
dengan sanad hasan]
Hadist no.4 :
Dari Ibnu Abbas bahwasannya
Rasulullah bersabda : “Menaqiqahi Hasan dan Husain dengan satu kambing
dan satu kambing.” [HR Abu Dawud (2841) Ibnu Jarud dalam kitab
al-Muntaqa (912) Thabrani (11/316) dengan sanadnya shahih sebagaimana
dikatakan oleh Ibnu Daqiqiel ‘Ied]
Hadist no.5 :
Dari ‘Amr bin
Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah bersabda : “Barangsiapa
diantara kalian yang ingin menyembelih (kambing) karena kelahiran bayi
maka hendaklah ia lakukan untuk laki-laki dua kambing yang sama dan
untuk perempuan satu kambing.” [Sanadnya Hasan, Hadits Riwayat Abu Dawud
(2843), Nasa’I (7/162-163), Ahmad (2286, 3176) dan Abdur Razaq (4/330),
dan shahihkan oleh al-Hakim (4/238)]
Hadist no.6 :
Dari
Fatimah binti Muhammad ketika melahirkan Hasan, dia berkata : Rasulullah
bersabda : “Cukurlah rambutnya dan bersedekahlah dengan perak kepada
orang miskin seberat timbangan rambutnya.” [Sanadnya Hasan, Hadits
iwayat Ahmad (6/390), Thabrani dalam “Mu’jamul Kabir” 1/121/2, dan
al-Baihaqi (9/304) dari Syuraiq dari Abdillah bin Muhammad bin Uqoil]
Dari
dalil-dalil yang diterangkan di atas maka dapat diambil hukum-hukum
mengenai seputar aqiqah dan hal ini dicontohkan oleh Rasulullah para
sahabat serta para ulama salafus sholih.
[C]. HUKUM-HUKUM SEPUTAR
AQIQAHHUKUM AQIQAH SUNNAH
Al-Allamah
Imam Asy-Syaukhani rahimahulloh berkata dalam Nailul Authar (6/213) :
“Jumhur ulama berdalil atas sunnahnya aqiqah dengan hadist Nabi :
“….berdasarkan hadist no.5 dari ‘Amir bin Syu’aib.”
BANTAHAN TERHADAP ORANG YANG MENGINGKARI DAN MEMBID'AHKAN
AQIQAHIbnul
Mundzir rahimahulloh membantah mereka dengan mengatakan bahwa :
“Orang-orang ‘Aqlaniyyun (orang-orang yang mengukur kebenaran dengan
akalnya, saat ini seperti sekelompok orang yang menamakan sebagai kaum
Islam Liberal, pen) mengingkari sunnahnya aqiqah, pendapat mereka ini
jelas menyimpang jauh dari hadist-hadist yang tsabit (shahih) dari
Rasulullah karena berdalih dengan hujjah yang lebih lemah dari sarang
laba-laba.” [Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam
kitabnya “Tuhfatul Maudud” hal.20, dan Ibnu Hajar al-Asqalani dalam
“Fathul Bari” (9/588)].
WAKTU
AQIQAH PADA HARI KETUJUH
Berdasarkan
hadist no.2 dari Samurah bin Jundab. Para ulama berpendapat dan sepakat
bahwa waktu aqiqah yang paling utama adalah hari ketujuh dari hari
kelahirannya. Namun mereka berselisih pendapat tentang bolehnya
melaksanakan aqiqah sebelum hari ketujuh atau sesudahnya. Al-Hafidz Ibnu
Hajar rahimahulloh berkata dalam kitabnya “Fathul Bari” (9/594) :
“Sabda
Rasulullah pada perkataan ‘pada hari ketujuh kelahirannya’ (hadist
no.2), ini sebagai dalil bagi orang yang berpendapat bahwa waktu aqiqah
itu adanya pada hari ketujuh dan orang yang melaksanakannya sebelum hari
ketujuh berarti tidak melaksanakan aqiqah tepat pada waktunya.
bahwasannya syariat aqiqah akan gugur setelah lewat hari ketujuh. Dan
ini merupakan pendapat Imam Malik. Beliau berkata : “Kalau bayi itu
meninggal sebelum hari ketujuh maka gugurlah sunnah aqiqah bagi kedua
orang tuanya.”
Sebagian membolehkan melaksanakannya sebelum hari
ketujuh. Pendapat ini dinukil dari Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam
kitabnya “Tuhfatul Maudud” hal.35. Sebagian lagi berpendapat boleh
dilaksanakan setelah hari ketujuh. Pendapat ini dinukil dari Ibnu Hazm
dalam kitabnya “al-Muhalla” 7/527.
Sebagian ulama lainnya
membatasi waktu pada hari ketujuh dari hari kelahirannya. Jika tidak
bisa melaksanakannya pada hari ketujuh maka boleh pada hari ke-14, jika
tidak bisa boleh dikerjakan pada hari ke-21. Berdalil dari riwayat
Thabrani dalm kitab “As-Shagir” (1/256) dari Ismail bin Muslim dari
Qatadah dari Abdullah bin Buraidah :
“Kurban untuk pelaksanaan
aqiqah, dilaksanakan pada hari ketujuh atau hari ke-14 atau hari ke-21.”
[Penulis berkata : “Dia (Ismail) seorang rawi yang lemah karena jelek
hafalannya, seperti dikatakan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam ‘Fathul
Bari’ (9/594).” Dan dijelaskan pula tentang kedhaifannya bahkan hadist
ini mungkar dan mudraj]
BERSEDEKAH DENGAN DENGAN PERAK SEBERAT TIMBANGAN RAMBUT
Syaikh
Ibrahim bin Muhammad bin Salim bin Dhoyyan berkata : “Dan disunnahkan
mencukur rambut bayi, bersedekah dengan perak seberat timbangan
rambutnya dan diberi nama pada hari ketujuhnya. Masih ada ulama yang
menerangkan tentang sunnahnya amalan tersebut (bersedekah dengan perak),
seperti : al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani, Imam Ahmad, dan lain-lain.”
Adapun hadist tentang perintah untuk bersedekah dengan emas, ini adalah hadit dhoif.
TIDAK ADA TUNTUNAN BAGI ORANG DEWASA UNTUK
AQIQAH ATAS NAMA DIRINYA SENDIRI
Sebagian
ulama mengatakan : "Seseorang yang tidak diaqiqahi pada masa kecilnya
maka boleh melakukannya sendiri ketika sudah dewasa". Mungkin mereka
berpegang dengan hadist Anas yang berbunyi : “Rasulullah mengaqiqahi
dirinya sendiri setelah beliau diangkat sebagai nabi.” [Dhaif mungkar,
Hadits Riwayat Abdur Razaq (4/326) dan Abu Syaikh dari jalan Qatadah
dari Anas]
Sebenarnya mereka tidak punya hujjah sama sekali
karena hadistnya dhaif dan mungkar. Telah dijelaskan pula bahwa nasikah
atau aqiqah hanya pada satu waktu (tidak ada waktu lain) yaitu pada hari
ketujuh dari hari kelahirannya. Tidak diragukan lagi bahwa ketentuan
waktu aqiqah ini mencakup orang dewasa maupun anak kecil.
AQIQAH UNTUK ANAK LAKI-LAKI DUA KAMBING DAN PEREMPUAN SATU KAMBING
Berdasarkan
hadist no.3 dan no.5 dari Aisyah dan ‘Amr bin Syu’aib. "Setelah
menyebutkan dua hadist diatas, al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam
“Fathul Bari” (9/592) : “Semua hadist yang semakna dengan ini menjadi
hujjah bagi jumhur ulama dalam membedakan antara bayi laki-laki dan bayi
perempuan dalam masalah aqiqah.”
Imam Ash-Shan’ani rahimahulloh
dalam kitabnya “Subulus Salam” (4/1427) mengomentari hadist Aisyah
tersebut diatas dengan perkataannya : “Hadist ini menunjukkan bahwa
jumlah kambing yang disembelih untuk bayi perempuan ialah setengah dari
bayi laki-laki.”
Al-‘Allamah Shiddiq Hasan Khan rahimahulloh
dalam kitabnya “Raudhatun Nadiyyah” (2/26) berkata : “Telah menjadi
ijma’ ulama bahwa aqiqah untuk bayi perempuan adalah satu kambing.”
Penulis berkata : “Ketetapan ini (bayi laki-laki dua kambing dan perempuan satu kambing) tidak diragukan lagi kebenarannya.”
BOLEH
AQIQAH BAYI LAKI-LAKI DENGAN SATU KAMBING
Berdasarkan
hadist no. 4 dari Ibnu Abbas. Sebagian ulama berpendapat boleh
mengaqiqahi bayi laki-laki dengan satu kambing yang dinukil dari
perkataan Abdullah bin ‘Umar, ‘Urwah bin Zubair, Imam Malik dan
lain-lain mereka semua berdalil dengan hadist Ibnu Abbas diatas.
Tetapi
al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahulloh berkata dalam kitabnya “Fathul Bari”
(9/592) : “…..meskipun hadist riwayat Ibnu Abbas itu tsabit (shahih),
tidaklah menafikan hadist mutawatir yang menentukan dua kambing untuk
bayi laki-laki. Maksud hadist itu hanyalah untuk menunjukkan bolehnya
mengaqiqahi bayi laki-laki dengan satu kambing….”
Sunnah ini
hanya berlaku untuk orang yang tidak mampu melaksanakan aqiqah dengan
dua kambing. Jika dia mampu maka sunnah yang shahih adalah laki-laki
dengan dua kambing.
[D].
AQIQAH DENGAN KAMBING
TIDAK SAH
AQIQAH KECUALI DENGAN KAMBING
Telah
lewat beberapa hadist yang menerangkan keharusan menyembelih dua ekor
kambing untuk laki-laki dan satu ekor kambing untuk perempuan. Ini
menandakan keharusan untuk aqiqah dengan kambing.
Dalam “Fathul
Bari” (9/593) al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahulloh menerangkan : “Para
ulama mengambil dalil dari penyebutan syaatun dan kabsyun (kibas, anak
domba yang telah muncul gigi gerahamnya) untuk menentukan kambing buat
aqiqah.” Menurut beliau : “Tidak sah aqiqah seseorang yang menyembelih
selain kambing”.
Sebagian ulama berpendapat dibolehkannya aqiqah dengan unta, sapi, dan lain-lain. Tetapi pendapat ini lemah karena :
[1] Hadist-hadist shahih yang menunjukkan keharusan aqiqah dengan kambing semuanya shahih, sebagaimana pembahasan sebelumnya.
[2]
Hadist-hadist yang mendukung pendapat dibolehkannya aqiqah dengan
selain kambing adalah hadist yang talif saqith alias dha’if.
PERSYARATAN KAMBING
AQIQAH TIDAK SAMA DENGAN KAMBING KURBAN [IDUL ADHA]
Penulis
mengambil hujjah ini berdasarkan pendapat dari Imam As-Shan’ani, Imam
Syaukani, dan Iman Ibnu Hazm bahwa kambing aqiqah tidak disyaratkan
harus mencapai umur tertentu atau harus tidak cacat sebagaimana kambing
Idul Adha, meskipun yang lebih utama adalah yang tidak cacat.
Imam
As-Shan’ani dalam kitabnya “Subulus Salam” (4/1428) berkata : "Pada
lafadz syaatun (dalam hadist sebelumnya) menunjukkan persyaratan kambing
untuk aqiqah tidak sama dengan hewan kurban. Adapun orang yang
menyamakan persyaratannya, mereka hanya berdalil dengan qiyas.”
Imam
Syaukhani dalam kitabnya “Nailul Authar” (6/220) berkata : “Sudah jelas
bahwa konsekuensi qiyas semacam ini akan menimbulkan suatu hukum bahwa
semua penyembelihan hukumnya sunnah, sedang sunnah adalah salah satu
bentuk ibadah. Dan saya tidak pernah mendengar seorangpun mengatakan
samanya persyaratan antara hewan kurban (Idul Adha) dengan pesta-pesta
(sembelihan) lainnya. Oleh karena itu, jelaslah bagi kita bahwa tidak
ada satupun ulama yang berpendapat dengan qiyas ini sehingga ini
merupakan qiyas yang bathil.”
Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya
“Al-Muhalla” (7/523) berkata : “Orang yang melaksanakan aqiqah dengan
kambing yang cacat, tetap sah aqiqahnya sekalipun cacatnya termasuk
kategori yang dibolehkan dalam kurban Idul Adha ataupun yang tidak
dibolehkan. Namun lebih baik (afdhol) kalau kambing itu bebas dari
catat.”
BACAAN KETIKA MENYEMBELIH
KAMBINGFirman Alloh Ta'ala : “Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu dan sebutlah nama Allah…” [Al-Maidah : 4]
Firman
Alloh Ta'ala : “Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak
disebut nama Allah ketika menyembelihnya, sesungguhnya perbuatan
semacam itu adalah suatu kefasikan.” [Al-An’am : 121]
Adapun
petunjuk Nabi tentang tasmiyah (membaca bismillah) sedah masyhur dan
telah kita ketahui bersama (lihat Irwaul Ghalil 2529-2536-2545-2551,
karya Syaikh Al-Albani). Oleh karena itu, doa tersebut juga diucapkan
ketika meyembelih hewan untuk aqiqah karena merupakan salah satu jenis
kurban yang disyariatkan oleh Islam. Maka orang yang menyembelih itu
biasa mengucapkan : “Bismillahi wa Allohu Akbar”.
MENGUSAP DARAH SEMBELIHAN
AQIQAH DI ATAS KEPALA BAYI MERUPAKAN PERBUATAN BID'AH DAN JAHILIYAH
“Dari
Aisyah berkata : Dahulu ahlul kitab pada masa jahiliyah, apabila mau
mengaqiqahi bayinya, mereka mencelupkan kapas pada darah sembelihan
hewan aqiqah. Setelah mencukur rambut bayi tersebut, mereka mengusapkan
kapas tersebut pada kepalanya ! Maka Rasulullah bersabda : “Jadikanlah
(gantikanlah) darah dengan khuluqun (sejenis minyak wangi).” [Shahih,
diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (5284), Abu Dawud (2743), dan disahihkan
oleh Hakim (2/438)]
Al-‘Allamah Syaikh Al-Albani dalam kitabnya
“Irwaul Ghalil” (4/388) berkata : “Mengusap kepala bayi dengan darah
sembelihan aqiqah termasuk kebiasaan orang-orang jahiliyah yang telah
dihapus oleh Islam.”
Al-‘Allamah Imam Syukhani dala, kitabnya
“Nailul Aithar” (6/214) menyatakan : “Jumhur ulama memakruhkan
(membenci) at-tadmiyah (mengusap kepala bayi dengan darah sembelihan
aqiqah)..”
Sedangkan pendapat yang membolehkan dengan hujjah
dari Ibnu Abbas bahwasannya dia berkata : “Tujuh perkara yang termasuk
amalan sunnah terhadap anak kecil….dan diusap dengan darah sembelihan
aqiqah.” [Hadits Riwayat Thabrani], maka ini merupakan hujjah yang dhaif
dan mungkar.
BOLEH MENGHANCURKAN TULANGNYA [DAGING SEMBELIHAN
AQIQAH]SEBAGAIMANA SEMEBLIHAN LAINNYA
Inilah
kesepekatan para ulama, yakni boleh menghancurkan tulangnya, seperti
ditegaskan Imam Malik dalam “Al-Muwaththa” (2/502), karena tidak adanya
dalil yang melarang maupun yang menunjukkan makruhnya. Sedang
menghancurkan tulang sembelihan sudah menjadi kebiasan disamping ada
kebaikannya juga, yaitu bisa diambil manfaat dari sumsum tersebut untuk
dimakan.
Adapun pendapat yang menyelisihinya berdalil dengan hadist yang dhaif, diantaranya adalah :
[1]
Bahwasannya Rasulullah bersabda : “Janganlah kalian menghancurkan
tulang sembelihannya.” [Hadist Dhaif, karena mursal terputus sanadnya,
Hadits Riwayat Baihaqi (9/304)]
[2] Dari Aisyah dia berkata :
“….termasuk sunnah aqiqah yaitu tidak menghancurkan tulang
sembelihannya….” [Hadist Dhaif, mungkar dan mudraj, Hadits Riwayat.
Hakim (4/283]
Kedua hadist diatas tidak boleh dijadikan dalil
karena keduanya tidak shahih. [lihat kitab “Al-Muhalla” oleh Ibnu Hazm
(7/528-529)].
DISUNNAHKAN MEMASAK DAGING SEMBELIHAN
AQIQAH DAN TIDAK MEMBERIKANNYA DALAM KEADAAN MENTAH
Imam
Ibnu Qayyim rahimahulloh dalam kitabnya “Tuhfathul Maudud” hal.43-44,
berkata : “Memasak daging aqiqah termasuk sunnah. Yang demikian itu,
karena jika dagingnya sudah dimasak maka orang-orang miskin dan tetangga
(yang mendapat bagian) tidak merasa repot lagi. Dan ini akan menambah
kebaikan dan rasa syukur terhadap nikmat tersebut. Para tetangga,
anak-anak dan orang-orang miskin dapat menyantapnya dengan gembira.
Sebab orang yang diberi daging yang sudah masak, siap makan, dan enak
rasanya, tentu rasa gembiranya lebih dibanding jika daging mentah yang
masih membutuhkan tenaga lagi untuk memasaknya….Dan pada umumnya,
makanan syukuran (dibuat dalam rangka untuk menunjukkan rasa syukur)
dimasak dahulu sebelum diberikan atau dihidangkan kepada orang lain.”
TIDAK SAH
AQIQAH SESEORANG KALAU DAGING SEMBELIHANNYA DIJUAL
Imam
Ibnu Qayyim rahimahulloh dalam kitabnya “Tuhfathul Maudud” hal.51-52,
berkata : “Aqiqah merupakan salah satu bentuk ibadah (taqarrub) kepada
Alloh Ta'ala. Barangsiapa menjual daging sembelihannya sedikit saja maka
pada hakekatnya sama saja tidak melaksanakannya. Sebab hal itu akan
mengurangi inti penyembelihannya. Dan atas dasar itulah, maka aqiqahnya
tidak lagi sesuai dengan tuntunan syariat secara penuh sehingga
aqiqahnya tidak sah. Demikian pula jika harga dari penjualan itu
digunakan untuk upah penyembelihannya atau upah mengulitinya” [lihat
pula “Al-Muwaththa” (2/502) oleh Imam Malik].
ORANG YANG
AQIQAH
BOLEH MEMAKAN, BERSEDEKAH, MEMBERI MAKAN, DAN MENGHADIAHKAN DAGING
SEMEBELIHANNYA, TETAPI YANG LEBIH UTAMA JIKA SEMUA DIAMALKAN
Imam
Ibnu Qayyim rahimahulloh dalam kitabnya “Tuhfathul Maudud” hal.48-49,
berkata : “Karena tidak ada dalil dari Rasulullah tentang cara
penggunaan atau pembagian dagingnya maka kita kembali ke hokum asal,
yaitu seseorang yang melaksanakan aqiqah boleh memakannya, memberi makan
dengannya, bersedekah dengannya kepada orang fakir miskin atau
menghadiahkannya kepada teman-teman atau karib kerabat. Akan tetapi
lebih utama kalau diamalkan semuanya, karena dengan demikian akan
membuat senang teman-temannya yang ikut menikmati daging tersebut,
berbuat baik kepada fakir miskin, dan akan memuat saling cinta antar
sesama teman. Kita memohon taufiq dan kebenaran kepada Alloh Ta'ala”.
[lihat pula “Al-Muwaththa” (2/502) oleh Imam Malik].
JIKA
AQIQAH BERTETAPAN DENGAN IDUL QURBAN, MAKA TIDAK SAH KALAU MENGERJAKAN SALAH SATUNYA [SATU AMALAN DUA NIAT]
Penulis
berkata : “Dalam masalah ini pendapat yang benar adalah tidak sah
menggabungkan niat aqiqah dengan kurban, kedua-duanya harus dikerjakan.
Sebab aqiqah dan adhiyah (kurban) adalah bentuk ibadah yang tidak sama
jika ditinjau dari segi bentuknya dan tidak ada dalil yang menjelaskan
sahnya mengerjakan salah satunya dengan niat dua amalan sekaligus.
Sedangkan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah dan Alloh
Ta'ala tidak pernah lupa.”
TIDAK SAH
AQIQAH SESEORANG YANG BERSEDEKAH DENGAN HARGA DAING SEMBELIHANNYA SEKALIPUN LEBIH BANYAK
Al-Khallah
pernah berkata dalam kitabnya : “Bab Maa yustahabbu minal aqiqah wa
fadhliha ‘ala ash-shadaqah” : “ Kami diberitahu Sulaiman bin Asy’ats,
dia berkata Saya mendengar Ahmad bin Hambal pernah ditanya tentang
aqiqah : “Mana yang kamu senangi, daging aqiqahnya atau memberikan
harganya kepada orang lain (yakni aqiqah kambing diganti dengan uang
yang disedekahkan seharga dagingnya) ? Beliau menjawab : “Daging
aqiqahnya.” [Dinukil dari Ibnul Qayyim dalam “Tuhfathul Maudud” hal.35
dari Al-Khallal]
Penulis berkata : “Karena tidak ada dalil yang
menunjukkan bolehnya bershadaqah dengan harga (daging sembelihan aqiqah)
sekalipun lebih banyak, maka aqiqah seseorang tidak sah jika
bershadaqah dengan harganya dan ini termasuk perbuatan bid’ah yang
mungkar ! Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad .”
ADAB MENGHADIRI JAMUAN
AQIQAHDiantara
bid’ah yang sering dikerjakan khususnya oleh ahlu ilmu adalah
memberikan ceramah yang berkaitan dengan hokum aqiqah dan adab-adabnya
serta yang berkaitan dengan masalah kelahiran ketika berkumpulnya orang
banyak (undangan) di acara aqiqahan pada hari ketujuh.
Jadi saat
undangan pada berkumpul di acara aqiqahan, mereka membuat suatu acara
yang berisi ceramah, rangkaian do’a-do’a, dan bentuk-bentuk seperti
ibadah lainnya, yang mereka meyakini bahwa semuanya termasuk dari amalan
yang baik, padahal tidak lain hal itu adalah bid’ah, pent.
Perbuatan
semacam itu tidak pernah dicontohkan dalam sunnah yang shahih bahkan
dalam dhaif sekalipun !! Dan tidak pernah pula dikerjakan oleh Salafush
Sholih rahimahumulloh. Seandainya perbuatan ini baik niscaya mereka
sudah terlebih dahulu mengamalkannya daripada kita. Dan ini termasuk
dalam hal bid’ah-bid’ah lainnya yang sering dikerjakan oleh sebagian
masyarakat kita dan telah masuk sampai ke depan pintu rumah-rumah kita,
pent !!
Sedangkan yang disyariatkan disini adalah bahwa
berkumpulnya kita di dalam acara aqiqahan hanyalah untuk menampakkan
kesenangan serta menyambut kelahiran bayi dan bukan untuk rangkaian
ibadah lainnya yang dibuat-buat.
Sedang sebaik-baik petunjuk
adalah petunjuk Muhammad . Semua kabaikan itu adalah dengan mengikuti
Salaf dan semua kejelekan ada pada bid’ahnya Khalaf.
Wallahul Musta’an wa alaihi at-tiklaan.
[Disalin
ringkas kembali dari kitab “Ahkamul Aqiqah” karya Abu Muhammad ‘Ishom
bin Mar’I, terbitan Maktabah as-Shahabah, Jeddah, Saudi Arabia, dan
diterjemahkan oleh Mustofa Mahmud Adam al-Bustoni, dengan judul “Aqiqah”
terbitan Titian Ilahi Press, Yogjakarta, 1997]
Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=856&bagian=0